Sabtu, 11 April 2015

MAKALAH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DASAR



PERANAN KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS KEPALA SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN KINERJA DAN DISIPLIN GURU
DI SEKOLAH DASAR

Oleh :
DADAN HERMAWAN, M.Pd
(Sekretaris PGRI Cabang Kec.Cihampelas Kab.Bandung Barat)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan upaya-upaya konkrit dalam proses pendidikan khususnya di sekolah dasar dengan melibatkan berbagai komponen utama selain siswa yakni guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin  institusi. Sekolah sebagai institusi atau lembaga pendidikan merupakan sarana dalam mencapai tujuan pendidikan.
Namun pada kenyataannya menunjukan bahwa kita belum dapat mewujudkan semua harapan pendidikan yang dicita-citakan. Seperti berdasarkan hasil survey Political and Economic Risk Consultancy ( PERC) berada pada level terburuk dikawasan asia yaitu : Korea Selatan, Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina, Malaysia dan terakhir Indonesia (Kompas : 5 September 2010). Data ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Bank Dunia di Indonesia menghasilkan penemuan bahwa pada pembelajaran di sekolah banyak guru dalam memberi pelajaran di sekolah (1) lebih banyak ceramah, (2) belum memanfaatkan media, hanya memanfaatkan papan tulis seadanya, (3) kegiatan dan pengelolaan belajar cenderung klasikal dan kurang bervariasi (4) guru dan buku sebagai sumber belajar (5) tuntutan guru terhadap hasil belajar dan produktivitas siswa rendah (6) semua siswa dianggap sama, (7) penilaian hanya berupa test (8) latihan dan tugas-tugas kurang dan tidak menantang juga tidak ada pajangan hasil karya siswa (9) interaksi pembelajaran searah (Sagala 2011 :117). Ini dimungkinkan karena manajemen sumber daya manusia negara kita masih perlu dioptimalisasikan agar mempunyai kinerja dan disiplin yang baik.
Kinerja guru mencerminkan kemampuan kerja guru yang terlihat dari penampilan kerja guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Jika kemampuan kerja seorang guru bagus, maka kinerjanya juga akan semakin tinggi. Sebaliknya jika kemampuan kerja seorang guru tidak bagus, maka kinerjanya juga akan semakin rendah. Rendahnya kinerja guru diduga karena kurang tepatnya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah. Wibowo (2007:87), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah pengetahuan, kemampuan, sikap, gaya kerja, minat, dasar-dasar nilai, kepercayaan, dan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai (Rivai,2004:64). Senada dengaan itu, Gibson (1994:25) menjelaskan ada 3 faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja yaitu (1) faktor individu yaitu kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang; (2) faktor psikologis yaitu : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; dan (3) faktor organisasi yaitu : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan.
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana (Mulyasa 2004:25). Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam fungsinya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga. Simanjuntak (2005:13) menyatakan kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang juga sangat bergantung pada kemampuan manajerial para manager atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan potensi pekerja serta dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi seluruh karyawan untuk bekerja secara optimal. Tetapi suatu kenyataan yang ada, bahwa kualitas kepala sekolah pada saat ini belum seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi, disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sumber daya manusia yang berperan sebagai pemikir, perencana dan pelaksana organisasi sebagai aparat pencapaian tujuan dan koordinasi sebagai mekanisme dan strategi belum dapat dipenuhi. Tugas Kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga kependidikan di sekolah bukanlah pekerjaan yang mudah, karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki instrument pengelolaan tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan dan kondite tenaga kependidikan untuk membantu kelancaran pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Sesuai dengan ini Mulyasa (2007:158) berpendapat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jajaran pimpinan pada dinas pendidikan termasuk kepala sekolah memiliki gaya kepemimpinan masing-masing, yang sangat mempengaruhi para kinerja tenaga kependidikan di Lingkungan kerjanya masing-masing. Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh Kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh sekolah dan tujuannya.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan budaya kerja guru yang akan berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru untuk mencapai kualitas pendidikan masing-masing sekolah. Yang menonjol dalam kepemimpinan kepala sekolah sekarang adalah para kepala sekolah dalam melaksanakan kepemimpinannya memiliki gaya kepemimpinan yang sama dan terpolakan oleh Kelompok Kerja Kepala sekolah ( K3S). Dimana para kepala sekolah lebih menitikberatkan pada hubungan kekeluargaan dan terlalu banyak kebijaksanaan terhadap guru yang tidak disiplin, akibatnya banyak guru yang dalam melaksanakan tugasnya terkesan tidak mempunyai program pengajaran yang jelas dan terarah, sehingga mengakibatkan kinerja guru kurang dapat dioptimalkan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Neal, James & Junior dalam Setiawan (2008:14) yang mengemukakan bahwa kinerja mengajar guru sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah. Simanjuntak (2005:14) mengemukakan bahwa kinerja setiap orang (individu) dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada 3 (tiga) kelompok yaitu kompensasi individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
Dengan melihat pendapat para ahli tersebut jelas sekali bahwa peran kepemimpinan dari kepala sekolah erat kaitannya terhadap kinerja guru di sekolah dasar yang ujungnya berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran bagi siswa. Karena kinerja yang buruk dari komponen yang ada di sekolah erat pula kaitannya dengan pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kependidikan yakni kedisiplinan. Kedisiplinan berkurang disebabkan oleh lemahnya etos kerja guru. Beberapa faktor lemahnya etos kerja guru dikemukakan oleh Tabrani A,dkk (1999:24) adalah
1.      Tidak memiliki pengetahuan tentang etos kerja
2.      Kurang memahami akan tujuan adanya etos kerja dalam melaksanakan tugas pembelajaran
3.      Kurang mampu merealisasikan program kinerja dalam proses pembelajaran
4.      Kurang memahami bagaimana susahnya membangun, membina, dan mengembangkan sumber daya manusia. Melalui proses pembelajaran baik disekolah maupun luar sekolah.
5.      Tidak adanya perhatian dari kepala sekolah  tentang pentingnya etos kinerja proses pembelajaran
6.      Kurang mendapat penghargaan bagi guru sekolah dasar yang bena-benarfv melaksanakan etos kerja
7.      Pengawasan belum menjalan sebagaimana mestinya.
Rendahnya produktivitas tenaga kependidikan terserbut dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran aturan, baik yang dilakukan oleh tenaga kerja kependidikan maupun oleh peserta didik. Hal tersebut diungkapkan oleh Mulyasa (2004:80) sebagai berikut :
“Rendahnya produktivitas tenaga kependidikan di sekolah baik dalam mengikuti aturan dan tata tertib, maupun dalam melakukan pekerjaannya sangat erat kaitannya dengan masalah disiplin. Oleh karena itu, dalam menumbuhkan kepala sekolah profesional dalam pradigma baru managmen pendidikan disekolah diperlukan adanya peningkatan disiplin untuk meningkatkan disiplin sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya disekolah”
            Melihat kondisi yang ada dilapangan terindikasi adanya masalah kinerja dan disiplin guru yang rendah seperti waktu kedatangan di sekolah, kegiatan pembelajaran yang masih seluruhnya konvensional, dan melaksanakan pembelajaran tanpa berpedoman pada rencana yang disusun. Sedangkan dilihat dari sisi kepemimpinan kepala sekolah terlihat fenomena-fenomena kepala sekolah kurang memperhatikan proses pembelajaran di kelas, sarana yang dibutuhkan, jarang memberikan reward terhadap guru yang memiliki prestasi, kurang memperhatikan pendapat, saran dan kritik yang disampaikan guru, serta kurang memberi informasi yang berkaitan dengan pembelajaran dan kepentingan personal guru.
            Fenomena tersebut apabila dibiarkan dan tidak mendapat perhatian akan berdampak pada pelaksanaan yang menghambat pencapaian tujuan organisasi sekolah dan kualitas layanan terhadap siswa dan masyarakat.

B.   Pembatasan Masalah
Karena luasnya cakupan masalah kinerja dan disiplin guru didunia pendidikan, dan agar pembahasan lebih terarah serta spesifik, maka pembahasan pada bab selanjutnya penulis batasi pada “Bagaimana Peranan Kepemimpinan Demokratis Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja dan Disiplin Guru di Sekolah Dasar”.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
            Sebelum membahas bagaimana peranan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja dan disiplin guru di sekolah dasar, mari kita pahami dulu hakikat dari kinerja, disiplin dan kepemimpinan.
A.      Hakikat Kinerja Guru
Kinerja (performance) merupakan tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Gibson,1994:118). Robbins dalam Rivai dan Basri (2005:15) mengatakan tentang dimensi kinerja sebagai fungsi interaksi kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), dan secara matematis dinyatakan Kinerja = f (A x M x O), yang artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Namun secara sederhana Wibowo (2007:2) mengemukakan bahwa kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja dipahami pula sebagai kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
Aspek-aspek yang dapat dinilai dari kinerja adalah keterampilan kerja, kualitas dan kuantitas pekerjaan, tanggung jawab, disiplin, dan kerja sama Wirawan,2009:166). Berkaitan dengan kinerja guru, Sastrohardiwiryo (2002:235) menyatakan bahwa “pembinaan kinerja guru berkaitan erat terhadap upaya pimpinan dalam rangka meningkatkan kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kerjasama dan inisiatif”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka indikator dari kinerja guru adalah inisiatif, tanggung jawab, kerjasama, dan disiplin kerja. Indikator tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Inisiatif.
Sastrohardiwiryo (2002:235), mengartikan inisiatif sebagai kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lainnya.


2.      Tanggung jawab
Kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambil atau tindakan yang dilakukannya (Sastrohadiwiryo,2002:235).
3.      Kerjasama
Ikatan yang membuat orang merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kelompoknya (Hadiyanto,2000:20). Dengan adanya kerjasama yang baik diantara guru maka akan mempercepat pencapaian tujuan yang diharapkan.
4.      Disiplin Kerja
Menurut Siagian (2005:305) disiplin kerja merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan.

B.       Hakikat Disiplin Guru
Menurut Depdikbud (1996;3) bahwa disiplin adalah “Tingkat konsistensi dan konsekuensi seseorang terhadap suatu komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan. Atas dasar komitmen )kesepakatan) yang telah dibuat bersama, maka apabila seseorang atau sekelompok orang melanggar atau berbuat sesuatu diluar komitmen tersebut berarti ia tidak konsekuen dan tidak konsisten. Dengan kata lain perbuatan orang atau kelompok orang tersebut termasuk tidak disiplin”.

Lebih lanjut Lemhannas (1997:12) mengatakan sebagai berikut :
“Sistem aturan tata laku. Setiap kelompok manusia, masyarakat atau bangsa selalu terkait kepada berbagai aturan yang mengatur hubungan sesama anggotaanya maupun hubungannya dengan masyarakat, bangsa atau negara. Manusia, masyarakat, dan lembaga-lembaga Negara masing-masing wajib berprilaku sesuai dengan tata aturan yang berlaku, baik yang formal, non formal, maupun yang disepakati, jika ingin mastarakat atau bangsa itu disebut berdisiplin “.
Disiplin harus ditegakan agar tercapai suatu tujuan dalam hal ini tujuan pendidikan nasional. Untuk itu guru memiliki tugas dan kewajiban sebagaimana terdapat dalam Depdikbud (1996:13), yaitu ;
1.      Dalam memelihara wibawa dan keteladanan guru wajib :
a.       Menempatkan diri sebagai suri teladan bagi siswa dan masyarakat
b.      Cinta dan bangga terhadap sekolahnya
c.       Bangga atas profesi sebagai guru
d.      Selalu ktreatif dan inovatif dalam mengelola kelas
e.       Selalu berpenampilan sopan, rapih, dan bersih
f.       Meningkatkan kecakapan dan kemampuan profesional guru
g.      Selalu menjaga nama baik sekolah dan memegang rahasia jabatan
2.      Dalam sikap dan disiplin kerja guru wajib :
a. Hadir disekolah 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
b. Menandatangani daftar hadir setiap hari.
a.    Memberitahukan kepada kepala sekolah sebelumnya apabila berhalnagan hadir.
b.    Menyerahkan persiapan harian mengajar sebelumnya, apabila berhalangan hadir kepada kepala sekolah.
c.    Tidak meninggalkan sekolah tanpa izin kepala sekolah.
d.   Tidak meninggalkan  sekolah, sebelum libur dan kembali sebelum hari sekolah dimulai.
e.    Tidak mengajar disekolah lain tanpa izin resmi dari pejabat yang berwenang.
f.     Tidak merokok atau makan dalam kelas pada waktu mengajar
g.    Bertanggung jawab atas ketertiban disekolah didalam maupun diluar jam pelajaran.
h.    Ikut mengawasi dana memelihara inventaris sekolah
i.      Berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program sekolah
j.      Membuat pertanggung jawaban kepada kepala sekoah pada setiap semester
k.    Mengetahui, mematuhi, dan melaksanakan tata tertib
l.      Mematuhi semua peraturan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil
m.  Loyal terhadap atasan
3.      Dalam tata tertib pelaksanaan tugas, guru wajib :
a.    Memiliki rasa kasih sayang terhadap siswa
b.    Membuat program semester
c.    Membuat persiapan pelajaran, menguasai materi, dan metode serta media yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
d.   Memeriksa dan menilai setiap tugas, pekerjaan dan latihan yang diberikan kepada siswa
e.    Mengatur dan melaksanakan program pemberian bantuan khusus bagi siswa yang lambat belajar dan memberikan pengayaan bagi siswa yang cerdas
f.     Ikut serta dan berperan aktif dalam semua program kegiatan kelompok kerja guru dalam gugusan sekolah
g.    Ikut serta dalam upacara bendera hari senin, peringatan hari-hari besar dan upacara lain yang diselenggarakan oleh sekolah
h.    Mengawasi siswa dalam melaksanakan tugas kebersihan
i.      Membiasakan siswa berbaris sebelum masuk kelas dan memeriksa kebersihan rambut, badan, gigi, kuku, sepatu, dan lain-lain
j.      Mengerjakan administrasi kelas secara baik
k.    Membuat dan mengisi catatan pribadi siswa
4.      Dalam Bidang Kemasyarakatam, guru wajib :
a.    Membina dan memelihara hubungan baik antara sekolah dan masyarakat
b.    Mengadakan hubungan baik dengan tokoh masyarakat, pemuda dan instansi setempat
c.    Berpartisipasi bersama pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat membangun masyarakat
Setiap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh tenaga kependidikan harus mendapatkan tindakan hukuman disiplin, hal ini diperlukan agar perlanggar disiplin tersebut berubah kearah peningkatan kerja yang baik. Sebagaimana tercantum didalam buku Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (1984;199) “ Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran itu”.
Tahapan-tahapan Penegakan Disiplin
Pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh guru harus segera diselesaikan melalui pembinaan dan bimbingan. Adapun cara yang harus ditempuh oleh kepala sekolah sebagaimana diungkapkan dalam Buku Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar, sebagai berikut :
1.    Pembinaan dimulai dengan hal positif
Guru yang melanggar kedisiplinan kerja sudah seharusnya dibina agar kesalahan yang dilakuan berubah sebagai mana mestinya. Pembina yang ditempuh tidak boleh didasarkan pada pencarian kelemahan, kekurangan, dan kesalahan dari orang yang dibina (Guru), tetapi lebih diarahkan pada pengembangan dan peningkatan beberapa keberhasilan yang sudah dilakukan. Menurut Tabrani (1992:82)
a.       Adanya perasaan guru-guru bahwa kerja disekolah menghasilkan kretifitas eksperimentasi dan aktualisasi keterampilan serta bakat
b.      Guru-guru yang mengalami kesulitan-kesulitan mengajar harus merasa bebas untuk meminta bantuan
c.       Dukungan yang harus diberikan untuk menjamin integritas program pengajaran dan yang bekerja untuk memajukan proses kependidikan
d.      Ketergantungan pada menager kepenididkan harus dikurangi
e.       Terasa sekali oleh guru bahwa menager kependidikan itu sebagai orang-orang yang suka mrnolong
f.       Koordinasi kantor pusat menggantikan kontrol kantor pusat. Hal tersebut diatas dapat dijadikan pertimbangan pembinaan oleh kepala sekolah karena tiap manusia tidak luput dan berbuat kesalahan. Oleh karenanya tidak tepat apabila pelanggaran disiplin guru dijadikan titik tolak pembinaan. Menghargai seseorang adalah lebih bijaksana, apalagi kalau pelanggaran disiplin dikaitkan dengan  prestasi yang pernah diraih disekolah atau dimasyarakat walaupun prestasi tersebut hanya sedikit.
2.    Hubungan antar kepala sekolah dan guru didasarkan atas hubungan kerabat kerja
Pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh guru dapat diselesaikan melalui hubungn kekerabata. Antara guru dan kepala sekolah harus memiliki pemahaman yang jelas pada masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Mulyasa (2004:105) mengemukakan pembinaan oleh kepala sekolah harus menggunakan asas keakraban, yaitu “ Kepala sekolah harus berupaya menjaga keakraban dengan para tenaga kependidikan, agar tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan lancar. Hal nini dimungkinkan karena keakraban akan mendorong berkembangnya saling percaya dan kesediaan untuk berkorban diantara para tenaga kependidikan”. Atas dasar hubungan kerabat kerja bisa diadakan diskusi dan dialog bersama-sama untuk memahami permasalahan dan mencari cara-cara pemecahannya.
3.        Pembinaan propesional hendaknya didasarkan pada pandangan objektif
Semua kegiatan pembinaan perlu dilandasi pandangan dan sikap yang objektif. Ini berarti bahwa setiap keadaan yang berhubungan dengan permasalahan proses belajar mengajar harus diterima apa adanya. Kenyataan-kenyataan yang dirasakan, didengarkan, dilihat, perlu terlepas dari perasaan subjektif atau sentimen pribadi. Para pembina harus berani menyatakan bahwa keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu usaha sebaiknya berdasrkan alasan-alasan yang dapat diterima.


4.        Pembinaan profesional didasarkan pada tindakan manusiawi
Kesalahan pelanggaran disiplin harus diselesikan dengan peraturan-pertuan yang berlaku, dengan mengedepankan sisi kemanusiaan karena pelanggran tersebut harus dilihat juga konteknya disengaja atau tidak disengaja. Menurut Prijodarminto, S. (1987;73) “ Penyelesaian secara manusiawi haruslah berpedoman kepada kearifan, yang berarti harus meneliti permasalahannya dengan seksama, mendasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya demi tegaknya peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian itu”.
Menjadi semakin disadari bahwa manusia merupakan  unsur terpenting didalam pembangunan bangsa, demikian pula halnya pegawai negeri sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat. Tetapi pegawai negeri sipil itu juga manusia biasa. Meski ia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, tetapi ia bukanlah sempurna, ia tetap memiliki keelmahjan, kekurangan, kehilafan, kelemahan tersebut yang dapat menimbulkan pelanggaran disiplin maka perlu adanya pemeriksaan secara seksama untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya ppelanggaran tersebut”.
5.        Pembinaan profesional harus mendorong pengembangan potensi, inisiatif dan kreatif
Pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada tenaga kependidikan (Guru) harus dapat membangkitkan kemampuan tenaga kependidikan yang melanggar disiplin tersebut dengan memberikannya motivasi untuk bangkit. Senada dengan yang diungkapkan oleh Mulyasa (2004;143) :
“Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan kerja. Callahan Ang Clark (1988) Mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorongan atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah tujuan tertentu. Mengacu pada pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa motivasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam suatu lembaga. Para tenaga kependidikan akan bekerja dengan sungguh-sunggu apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para tenaga kependidikan memiliki motivasi yang positif maka ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain seorang tenaga kependidikan akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik apabila ada faktor pendorongannya (Motivasi). Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi para tenaga kependidikannya sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya”.
6.        Pembinaan profesional dilaksanakan terus-menerus dan berkesinambungan dan tidak mengganggu pekerjaan
Perbaikan cara mengajar adalah proses yang berkelanjutan sejalan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan keluarga dan masyarakat akan pendidikan yang bermutu. Kemajuan  yang dicapai dalam bidang apapun pada hakekatnya merupakan proses akumulatif dari upaya sebelumnya yang dilakukan secara sungguh-sungguh. Demikian pula dalam bidang pendidikan para guru dan pembiina hendaknya tidak putus asa dalam memahami maslah-masalah pengajaran, karena perbaikan pengajaran terjadi jika permasalahannya jelas. Yang perlu dilakukan oleh guru dan pembina adalah berusaha terus   untuk memahami masalah-masalah dan kendala yang dihadapi dan setelah itu mencarikan alternatif pemecahannya secara terus menerus dan berkesinambungan.
7.        Pembinaan rofesional hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru
Setiap orang berbeda  tingkat kemapuannya dan kebutuhannya. Para pembina hendaknya peka terhadap perbedaan pemahaman, kesenangan, dan cara mengajar masing-masing guru. Demikianpula, masalah-maslah pengajaran yang dihadapi guru akan berbeda-beda satu sama lain. Melalui pengamatan yang cermat dan dialog profesional, para pembina diharapkan dapat memberikan bantuan profesional kepada guru-guru sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan individual masing-masing.
8.        Pembinaan profesional hendaknya dilaksanakan atas dasar rasa kekeluargaan, kebersamaan, keterbukaan, dan keteladanan
Para pembina hendaknya menampilkan siap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku pembinaan yang efektif berdasarkan pada rasa kekeluargaan, kebersamaan, keterbukaan, dan keteladanan. Interaksi antara pembina dan guru yang dilandasi oleh nilai-nilai tersebut akan melahirkan tanggung jawab dengan upaya perbaikan pengajaran yang lebih berkualitas.
9.        Pembina hendaknya selalu tampil dalam peran beragam
Pembina adalah orang yang sudah mempunyai keahlian atau memenuhi syarat sbagai pembina profesional guru. Karena itu peran pembina harus beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing guru. Bantuan kebutuhan terssebut sebaiknya diberikan pada saat diperlukan. Pembina sebaiknya mempunyai peran yang beragam antara lain sebagai berikut :
a.       Peneliti
b.      Konsultan/penasihat
c.       Pemberi kemudahan ( Pasilitator)
d.      Penggugah semangat (Motivator)
e.       Pelapor pembaharuan (Inovator)

10.    Pembina hendaknya mampu mengendalikan diri
Pengendalian diri perlu dilakukan setiap pembina sehingga mereka tidak terbawa oleh tindakan yang merugikan dirinya dan orang lain. Karena itu pembina perlu terbiasa bersikap sabar dan tidak terlalu mengumbar nafsu.

C.      Kepemimpinan Demokratis Kepala Sekolah
Hakikat kepemimpinan (leadership) merupakan proses mempengaruhi aktifitas individu atau kelompok dalam usaha pencapaian tujuan dalam situasi tertentu (Robert dan Miskel,1991:252). Kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat yang tersedia bagi suatu organisasi. Kepemimpinan yang baik dicirikan oleh sifat: manusiawi artinya menempatkan bahwa bawahan adalah teman dan mitra diskusi untuk memecahkan masalah organisasinya. Visioner artinya pemimpin harus memandang jauh kedepan sehingga mampu mengntisipasi kemungkinan yang akan dihadapi di masa depan dengan rencana strategis. Inspiratif,artinya mampu memberi makna bahwa pemimpin memiliki kreatifitas yang baik. Percaya diri, artinya pemimpin mampu menjadikan organisasi yang dipimpinnya lebih efektif dan bermutu (Sharplin,1985:150).
Dari uraian teoritis tersebut jelas sekali bahwa peran kepemimpinan kepala sekolah sangat besar sekali pengaruhnya dalam upaya meningkatkan kinerja bawahannya dalam hal ini guru, menyangkut kedisiplinannya dan pada akhirnya menjadi penentu terhadap kualitas pembelajaran. Mulyasa (2004:182) mengemukakan bahwa “Salah satu penentu keberhasilan pendidikan adalah faktor kepala sekolah, sebab kepala sekolah merupakan sektor yang mengkoordinasikan, menggerakan, menselaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor pendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap”. Semakin demokratis gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah semakin tinggi kinerja guru, dan sebaliknya semakin kurang demokratis gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah maka akan semakin rendah kinerja guru (Frimaiyulis,2013:460).
Kartini Kartono (2001:86), mengemukakan bahwa kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau menerima nasehat, sugesti bawahan, mengakui keahlian para spesialis pada bidangnya masing-masing dan memanfaatkan kapasitas setiap anggota dengan efektif pada saat dan kondisi yang tepat. Senada dengan itu Danim (2010:10) menjelaskan bahwa ciri kepemimpinan demokratis yaitu:
1.      Berusaha memotivasi bawahannya.
Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Husaini (2008:245) menyatakan bahwa motivasi merupakan proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Seorang pemimpin yang demokratis harus selalu berusaha untuk memotivasi bawahannya mau bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi.
2.      Menciptakan suasana kekeluargaan
Pemimpin yang demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dalam organisasi karena ia beranggapan bahwa tujuan organisasi hanya dapat dicapai bila ada hubungan yang baik diantara anggota organisasi sehingga dalam kepemimpinannya pemimpin selalu berusaha menciptakan suasana kekeluargaan ditengah kelompoknya atau organisasinya yang dalam hal ini sekolah. Azis Wahab (2011:135) menjelaskan bahwa hubungan pemimpin dengan anggota kelompoknya dalam kepemimpinan yang demokratis bukan sebagai majikan dengan buruhnya, melainkan sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya. Pemimpin selalu memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan dalam kelompoknya.
3.      Keputusan dibuat melalui musyawarah.
Keberhasilan penerapan suatu keputusan dalam organisasi sangat ditentukan oleh anggota organisasi itu sendiri, sehingga setiap anggota perlu diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Sebagaimana dikemukakan Hadari dan Martini Nawawi (2006:101) bahwa pemimpin dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan adanya musyawarah maka dalam setiap pelaksanaan keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, tetapi anggota merasa terdorong mensukseskanya sebagai tanggung jawab bersama.
4.      Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengemukakan pendapat, saran dan kritik.
Dalam pelaksanaan kegiatan organisasi pemimpin selalu membuka kesempatan meninjau kembali setiap keputusan yang telah dibuat dan pimpinan memberikan kesempatan anggota untuk memberikan saran maupun kritiknya. Seperti yang dikemukakan Hadari dan Martini Nawawi (2006:102) bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan kritik, pendapat, dan saran-saran untuk memperbaiki keputusan yang kurang tepat. Dengan demikia akan selalu terjadi pertemuan gagasan yang dapat menghasilkan keputusan terbaik untuk dilaksanakan.
Pemimpin yang demokratis menerima saran dan kitik sebagai masukan untuk menentukan tindakan-tindakan untuk masa yang akan datang. Abdul (2011:135) mengungkapakan bahwa “ dalam melaksanakan tugas, pemimpin mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran, kritik yang membangun dari para anggota diterima sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan selanjutnya.”
5.      Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
Komunikasi merupakan halyang sangat penting sebagai penghubung setiap unsur yang ada dalam sebuah organisasi. Kelancaran komunikasi dalam suatu organisasi akan sangat menentukan keberhasilan setiap unsur organisasi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Menurut Sagala (2008:151) “ pemimpin yang dekratis yaitupemimpin yang berkonsultasi dalam kelompok mengenai masalah yang menarik perhatian mereka dimana mereka dapat menyumbangkan sesuatu.”
                        Komunikasi yang terbuka dan berlangsung dua arah merupakan kunci utama dalam mewujudkan kepemimpinan yang demokratis dan juga sangat bermanfaat dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan Hadari dan Nawawi (2006:77) bahwa kepemimpinan yang demokratis hanya mungkin terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan, dan pandangan dalam memecahkan masalah.
Uraian di atas dapat menjawab bahwa untuk meningkatkan kinerja dan disiplin guru dengan penuh kesadaran tanpa ada unsur keterpaksaan adalah melalui peran pemimpin sekolah yang demokratis. Ketidakterpaksaan guru dalam melaksanakan tugasnya merupakan dasar utama mewujudkan pencapaian tujuan organisasi yakni sekolah. Selain itu kondisi tersebut akan sangat memungkinkan bagi kepala sekolah untuk melakukan 4M (Mempengaruhi, Menggerakan, Mengembangkan dan Memberdayakan) SDM di sekolah yang dipimpinnya.



BAB III
PENUTUP

Kepemimpinan demokratis yang dimiliki seorang kepala sekolah sangat berperan dalam upaya meningkatkan kinerja dan disiplin guru di sekolahnya. Hal ini didasarkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis membawa suasana organisasi sekolah menjadi kondusif, penuh kesadaran, keterbukaan, tanggung jawab, dan rasa memiliki dari seluruh personil sekolah. Peningkatan kinerja dan pembudayaan disiplin tidak cukup hanya dengan melalui peraturan tata tertib yang diumumkan secara lisan atau tertulis. Keteladanan, dorongan, serta bimbingan dalam bentuk konkrit sebagai gaya pemimpin yang demokratis sangat diperlukan bahkan keikutsertaan semua warga sekolah secara langsung dan dengan penuh kesadaran akan lebih cepat dalam mencapai tujuan organisasi.
Kepala sekolah harus mampu memahami faktor-faktor dan indikator yang mempengaruhi kinerja dan disiplin gurunya dan mampu menerapkan serta membawa seluruh komponen sekolah secara bijak untuk mentaati semua aturan yang ada dengan penuh kesadaran dan hati terbuka.
Oleh karena itu besar harapan penulis semoga seluruh kepala sekolah sebagai pemimpin dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat agar tujuan yang dirancang dapat tercapai dengan maksimal. Kepemimpinan yang demokratis diyakini akan memudahkan komponen sekolah dalam mengelola dan mencapai visi, misi sekolahnya masing-masing.






DAFTAR PUSTAKA

Azis Wahab,A.(2011). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung:Alfabeta.
Depdikbud (1995). Pedomaan Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar, Jakarta.
Dedikbud, (1996).Petunjuk Teknis Disiplin Dan Tata Tertib Sekolah Dasar, Jakarta
Djumhur dan Surya,(1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV. Ilmu.
Frimaiyulis, (2013). Jurnal Administrasi Pendidikan Volume 1. Bahana Manajemen Pendidikan Hal.355-461. 
Gibson, James l, Jhon M. Ivancevich, and james H Donnelly, Jr. 1994 Organisasi:
Perilaku, Struktur, dan proses. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Husaini Usman (2006). Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Kartini Kartono (2001). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali Pers.
Lemhannas,(1997). Disiplin Nasional. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Mulyasa, E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung:Remaja Rosda Karya
Nainggolan H (1984), Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta.
Nawawi & Hadari (2006). Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Prijodarminto Soegeng (1987). Disiplin Kiat Menuju Sukses, Jakarta: PT. Pradya Paramita.
Rivai,Veitsal (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada.
R. Tabrani (1992), Manajemen Kependidikan Bandung:Media Pustaka,.
Rusyan Tabrani A, dkk (2000). Upaya Meningkatkan Budaya Kinerja Guru Sekolah Dasar, Cianjur: CV. Dinamika Karya Cipta.
Sagala, Syaiful (2008) Administrasi pendidikan Kontemporer.Bandung:Alfabeta.
Sagala, Syaiful (2011) Memahami Organisasi pendidikan.Bandung:Alfabeta.
Sastrohadiwiryo,S.(2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara.
Siagian, Sondang.(2005). Manajemen Abad 21. Jakarta:Bumi Aksara.
Sharplin, A.(1985). Strategic Management, Singapore:Mc.Grow Hill Book Company.
Sudarwan, Danim (2010). Kepemimpinan Pendidikan. Bandung:Alfabeta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wibowo (2007). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta:Salemba Empat.

 Semoga bermanfaat...




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar