PERANAN
KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS KEPALA SEKOLAH
DALAM
MENINGKATKAN KINERJA DAN DISIPLIN GURU
DI
SEKOLAH DASAR
Oleh :
DADAN
HERMAWAN, M.Pd
(Sekretaris PGRI Cabang Kec.Cihampelas Kab.Bandung Barat)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam pasal 1
ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Untuk
mengembangkan potensi tersebut diperlukan upaya-upaya konkrit dalam proses
pendidikan khususnya di sekolah dasar dengan melibatkan berbagai komponen utama
selain siswa yakni guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin institusi. Sekolah sebagai institusi atau
lembaga pendidikan merupakan sarana dalam mencapai tujuan pendidikan.
Namun pada kenyataannya menunjukan bahwa kita belum
dapat mewujudkan semua harapan pendidikan yang dicita-citakan. Seperti
berdasarkan hasil survey Political and Economic
Risk Consultancy ( PERC) berada pada level terburuk dikawasan asia yaitu :
Korea Selatan, Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina, Malaysia dan terakhir Indonesia
(Kompas : 5 September 2010). Data ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan Bank Dunia di Indonesia menghasilkan penemuan bahwa pada pembelajaran
di sekolah banyak guru dalam memberi pelajaran di sekolah (1) lebih banyak
ceramah, (2) belum memanfaatkan media, hanya memanfaatkan papan tulis seadanya,
(3) kegiatan dan pengelolaan belajar cenderung klasikal dan kurang bervariasi
(4) guru dan buku sebagai sumber belajar (5) tuntutan guru terhadap hasil
belajar dan produktivitas siswa rendah (6) semua siswa dianggap sama, (7)
penilaian hanya berupa test (8) latihan dan tugas-tugas kurang dan tidak
menantang juga tidak ada pajangan hasil karya siswa (9) interaksi pembelajaran
searah (Sagala 2011 :117). Ini dimungkinkan karena manajemen sumber daya manusia
negara kita masih perlu dioptimalisasikan agar mempunyai kinerja dan disiplin yang
baik.
Kinerja guru mencerminkan kemampuan kerja guru yang
terlihat dari penampilan kerja guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
Jika kemampuan kerja seorang guru bagus, maka kinerjanya juga akan semakin
tinggi. Sebaliknya jika kemampuan kerja seorang guru tidak bagus, maka
kinerjanya juga akan semakin rendah. Rendahnya kinerja guru diduga karena
kurang tepatnya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah. Wibowo
(2007:87), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah
pengetahuan, kemampuan, sikap, gaya kerja, minat, dasar-dasar nilai,
kepercayaan, dan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan sekumpulan ciri
yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi
tercapai (Rivai,2004:64). Senada dengaan itu, Gibson (1994:25) menjelaskan ada
3 faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja yaitu (1) faktor individu yaitu
kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat
sosial dan demografi seseorang; (2) faktor psikologis yaitu : persepsi, peran,
sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; dan (3) faktor organisasi
yaitu : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem
penghargaan.
Keberhasilan pendidikan di sekolah
sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga
kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala
sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan
serta pemeliharaan sarana dan prasarana (Mulyasa 2004:25). Hal tersebut menjadi
lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah,
yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.
Kepala sekolah sebagai pimpinan
tertinggi harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan
kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai
kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan-keterampilan
untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam fungsinya sebagai seorang
pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan
orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga. Simanjuntak
(2005:13) menyatakan kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang juga sangat
bergantung pada kemampuan manajerial para manager atau pimpinan, baik dengan
membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun
dengan mengembangkan potensi pekerja serta dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi
seluruh karyawan untuk bekerja secara optimal. Tetapi suatu kenyataan yang ada,
bahwa kualitas kepala sekolah pada saat ini belum seperti yang diharapkan. Hal
ini terjadi, disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sumber daya manusia yang
berperan sebagai pemikir, perencana dan pelaksana organisasi sebagai aparat
pencapaian tujuan dan koordinasi sebagai mekanisme dan strategi belum dapat
dipenuhi. Tugas Kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga
kependidikan di sekolah bukanlah pekerjaan yang mudah, karena tidak hanya
mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan pendidikan. Oleh
karena itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki instrument pengelolaan
tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar
riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan dan kondite tenaga kependidikan untuk
membantu kelancaran pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Sesuai dengan ini
Mulyasa (2007:158) berpendapat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jajaran
pimpinan pada dinas pendidikan termasuk kepala sekolah memiliki gaya
kepemimpinan masing-masing, yang sangat mempengaruhi para kinerja tenaga
kependidikan di Lingkungan kerjanya masing-masing. Kegagalan dan keberhasilan
sekolah banyak ditentukan oleh Kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali
dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh sekolah dan tujuannya.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan
faktor yang sangat penting dalam menciptakan budaya kerja guru yang akan
berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru untuk mencapai kualitas pendidikan
masing-masing sekolah. Yang menonjol dalam kepemimpinan kepala sekolah sekarang
adalah para kepala sekolah dalam melaksanakan kepemimpinannya memiliki gaya
kepemimpinan yang sama dan terpolakan oleh Kelompok Kerja Kepala sekolah (
K3S). Dimana para kepala sekolah lebih menitikberatkan pada hubungan
kekeluargaan dan terlalu banyak kebijaksanaan terhadap guru yang tidak
disiplin, akibatnya banyak guru yang dalam melaksanakan tugasnya terkesan tidak
mempunyai program pengajaran yang jelas dan terarah, sehingga mengakibatkan
kinerja guru kurang dapat dioptimalkan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Neal, James & Junior dalam Setiawan (2008:14) yang mengemukakan
bahwa kinerja mengajar guru sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan pembelajaran
kepala sekolah. Simanjuntak (2005:14)
mengemukakan bahwa kinerja setiap orang (individu) dipengaruhi oleh banyak faktor
yang dapat digolongkan pada 3 (tiga) kelompok yaitu kompensasi individu orang
yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
Dengan melihat pendapat para ahli
tersebut jelas sekali bahwa peran kepemimpinan dari kepala sekolah erat
kaitannya terhadap kinerja guru di sekolah dasar yang ujungnya berpengaruh
terhadap kualitas pembelajaran bagi siswa. Karena kinerja yang buruk dari
komponen yang ada di sekolah erat pula kaitannya dengan pelanggaran
yang dilakukan oleh tenaga kependidikan yakni kedisiplinan. Kedisiplinan
berkurang disebabkan oleh lemahnya etos kerja guru. Beberapa faktor lemahnya
etos kerja guru dikemukakan oleh Tabrani A,dkk (1999:24) adalah
1. Tidak
memiliki pengetahuan tentang etos kerja
2. Kurang
memahami akan tujuan adanya etos kerja dalam melaksanakan tugas pembelajaran
3. Kurang
mampu merealisasikan program kinerja dalam proses pembelajaran
4. Kurang
memahami bagaimana susahnya membangun, membina, dan mengembangkan sumber daya
manusia. Melalui proses pembelajaran baik disekolah maupun luar sekolah.
5. Tidak
adanya perhatian dari kepala sekolah
tentang pentingnya etos kinerja proses pembelajaran
6. Kurang
mendapat penghargaan bagi guru sekolah dasar yang bena-benarfv melaksanakan
etos kerja
7. Pengawasan
belum menjalan sebagaimana mestinya.
Rendahnya produktivitas
tenaga kependidikan terserbut dapat menyebabkan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran aturan, baik yang dilakukan oleh tenaga kerja
kependidikan maupun oleh peserta didik. Hal tersebut diungkapkan oleh Mulyasa
(2004:80) sebagai berikut :
“Rendahnya produktivitas tenaga
kependidikan di sekolah baik dalam mengikuti aturan dan tata tertib, maupun
dalam melakukan pekerjaannya sangat erat kaitannya dengan masalah disiplin.
Oleh karena itu, dalam menumbuhkan kepala sekolah profesional dalam pradigma
baru managmen pendidikan disekolah diperlukan adanya peningkatan disiplin untuk
meningkatkan disiplin sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja,
serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan
dalam melakukan tugasnya disekolah”
Melihat
kondisi yang ada dilapangan terindikasi adanya masalah kinerja dan disiplin
guru yang rendah seperti waktu kedatangan di sekolah, kegiatan pembelajaran
yang masih seluruhnya konvensional, dan melaksanakan pembelajaran tanpa berpedoman
pada rencana yang disusun. Sedangkan dilihat dari sisi kepemimpinan kepala
sekolah terlihat fenomena-fenomena kepala sekolah kurang memperhatikan proses
pembelajaran di kelas, sarana yang dibutuhkan, jarang memberikan reward
terhadap guru yang memiliki prestasi, kurang memperhatikan pendapat, saran dan
kritik yang disampaikan guru, serta kurang memberi informasi yang berkaitan
dengan pembelajaran dan kepentingan personal guru.
Fenomena
tersebut apabila dibiarkan dan tidak mendapat perhatian akan berdampak pada
pelaksanaan yang menghambat pencapaian tujuan organisasi sekolah dan kualitas
layanan terhadap siswa dan masyarakat.
B. Pembatasan Masalah
Karena luasnya
cakupan masalah kinerja dan disiplin guru didunia pendidikan, dan agar
pembahasan lebih terarah serta spesifik, maka pembahasan pada bab selanjutnya
penulis batasi pada “Bagaimana Peranan Kepemimpinan
Demokratis Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja dan Disiplin Guru di
Sekolah Dasar”.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Sebelum membahas bagaimana peranan
kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja dan disiplin guru di sekolah dasar,
mari kita pahami dulu hakikat dari kinerja, disiplin dan kepemimpinan.
A.
Hakikat
Kinerja Guru
Kinerja (performance) merupakan tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Gibson,1994:118). Robbins dalam Rivai dan Basri (2005:15)
mengatakan tentang dimensi kinerja sebagai fungsi interaksi kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), dan secara matematis
dinyatakan Kinerja = f (A x M x O), yang artinya kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Namun secara sederhana Wibowo (2007:2)
mengemukakan bahwa kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
cara mengerjakannya. Kinerja dipahami pula sebagai kemampuan seseorang dalam
melakukan suatu pekerjaan.
Aspek-aspek yang
dapat dinilai dari kinerja adalah keterampilan kerja, kualitas dan kuantitas
pekerjaan, tanggung jawab, disiplin, dan kerja sama Wirawan,2009:166).
Berkaitan dengan kinerja guru, Sastrohardiwiryo (2002:235) menyatakan bahwa
“pembinaan kinerja guru berkaitan erat terhadap upaya pimpinan dalam rangka
meningkatkan kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kerjasama dan inisiatif”.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka indikator dari kinerja guru adalah
inisiatif, tanggung jawab, kerjasama, dan disiplin kerja. Indikator tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Inisiatif.
Sastrohardiwiryo
(2002:235), mengartikan inisiatif sebagai kemampuan seseorang untuk mengambil
keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen
lainnya.
2. Tanggung
jawab
Kesanggupan
seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya
dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas
keputusan yang telah diambil atau tindakan yang dilakukannya (Sastrohadiwiryo,2002:235).
3. Kerjasama
Ikatan
yang membuat orang merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kelompoknya
(Hadiyanto,2000:20). Dengan adanya kerjasama yang baik diantara guru maka akan
mempercepat pencapaian tujuan yang diharapkan.
4. Disiplin
Kerja
Menurut
Siagian (2005:305) disiplin kerja merupakan tindakan manajemen untuk mendorong
para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan.
B.
Hakikat
Disiplin Guru
Menurut Depdikbud
(1996;3) bahwa disiplin adalah “Tingkat konsistensi dan konsekuensi seseorang
terhadap suatu komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan
yang akan dicapai, waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan. Atas dasar
komitmen )kesepakatan) yang telah dibuat bersama, maka apabila seseorang atau
sekelompok orang melanggar atau berbuat sesuatu diluar komitmen tersebut
berarti ia tidak konsekuen dan tidak konsisten. Dengan kata lain perbuatan
orang atau kelompok orang tersebut termasuk tidak disiplin”.
Lebih
lanjut Lemhannas (1997:12) mengatakan sebagai berikut :
“Sistem aturan tata
laku. Setiap kelompok manusia, masyarakat atau bangsa selalu terkait kepada
berbagai aturan yang mengatur hubungan sesama anggotaanya maupun hubungannya
dengan masyarakat, bangsa atau negara. Manusia, masyarakat, dan lembaga-lembaga
Negara masing-masing wajib berprilaku sesuai dengan tata aturan yang berlaku,
baik yang formal, non formal, maupun yang disepakati, jika ingin mastarakat
atau bangsa itu disebut berdisiplin “.
Disiplin
harus ditegakan agar tercapai suatu tujuan dalam hal ini tujuan pendidikan
nasional. Untuk itu guru memiliki tugas dan kewajiban sebagaimana terdapat
dalam Depdikbud (1996:13), yaitu ;
1. Dalam
memelihara wibawa dan keteladanan guru wajib :
a. Menempatkan
diri sebagai suri teladan bagi siswa dan masyarakat
b. Cinta
dan bangga terhadap sekolahnya
c. Bangga
atas profesi sebagai guru
d. Selalu
ktreatif dan inovatif dalam mengelola kelas
e. Selalu
berpenampilan sopan, rapih, dan bersih
f. Meningkatkan
kecakapan dan kemampuan profesional guru
g. Selalu
menjaga nama baik sekolah dan memegang rahasia jabatan
2.
Dalam sikap dan disiplin kerja guru
wajib :
a. Hadir disekolah 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
a. Hadir disekolah 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
b.
Menandatangani daftar hadir setiap hari.
a. Memberitahukan
kepada kepala sekolah sebelumnya apabila berhalnagan hadir.
b. Menyerahkan
persiapan harian mengajar sebelumnya, apabila berhalangan hadir kepada kepala
sekolah.
c. Tidak
meninggalkan sekolah tanpa izin kepala sekolah.
d. Tidak
meninggalkan sekolah, sebelum libur dan
kembali sebelum hari sekolah dimulai.
e. Tidak
mengajar disekolah lain tanpa izin resmi dari pejabat yang berwenang.
f. Tidak
merokok atau makan dalam kelas pada waktu mengajar
g. Bertanggung
jawab atas ketertiban disekolah didalam maupun diluar jam pelajaran.
h. Ikut
mengawasi dana memelihara inventaris sekolah
i. Berpartisipasi
aktif dalam pelaksanaan program sekolah
j. Membuat
pertanggung jawaban kepada kepala sekoah pada setiap semester
k. Mengetahui,
mematuhi, dan melaksanakan tata tertib
l. Mematuhi
semua peraturan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil
m. Loyal
terhadap atasan
3. Dalam
tata tertib pelaksanaan tugas, guru wajib :
a. Memiliki
rasa kasih sayang terhadap siswa
b. Membuat
program semester
c. Membuat
persiapan pelajaran, menguasai materi, dan metode serta media yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar
d. Memeriksa
dan menilai setiap tugas, pekerjaan dan latihan yang diberikan kepada siswa
e. Mengatur
dan melaksanakan program pemberian bantuan khusus bagi siswa yang lambat
belajar dan memberikan pengayaan bagi siswa yang cerdas
f. Ikut
serta dan berperan aktif dalam semua program kegiatan kelompok kerja guru dalam
gugusan sekolah
g. Ikut
serta dalam upacara bendera hari senin, peringatan hari-hari besar dan upacara
lain yang diselenggarakan oleh sekolah
h. Mengawasi
siswa dalam melaksanakan tugas kebersihan
i. Membiasakan
siswa berbaris sebelum masuk kelas dan memeriksa kebersihan rambut, badan,
gigi, kuku, sepatu, dan lain-lain
j. Mengerjakan
administrasi kelas secara baik
k. Membuat
dan mengisi catatan pribadi siswa
4. Dalam
Bidang Kemasyarakatam, guru wajib :
a. Membina
dan memelihara hubungan baik antara sekolah dan masyarakat
b. Mengadakan
hubungan baik dengan tokoh masyarakat, pemuda dan instansi setempat
c. Berpartisipasi
bersama pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat membangun masyarakat
Setiap
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh tenaga kependidikan harus mendapatkan
tindakan hukuman disiplin, hal ini diperlukan agar perlanggar disiplin tersebut
berubah kearah peningkatan kerja yang baik. Sebagaimana tercantum didalam buku
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (1984;199) “
Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik pegawai negeri
sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang
berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama pegawai negeri sipil
yang melakukan pelanggaran itu”.
Tahapan-tahapan Penegakan Disiplin
Pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh guru harus segera diselesaikan melalui pembinaan
dan bimbingan. Adapun cara yang harus ditempuh oleh kepala sekolah sebagaimana
diungkapkan dalam Buku Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar,
sebagai berikut :
1.
Pembinaan
dimulai dengan hal positif
Guru
yang melanggar kedisiplinan kerja sudah seharusnya dibina agar kesalahan yang
dilakuan berubah sebagai mana mestinya. Pembina yang ditempuh tidak boleh
didasarkan pada pencarian kelemahan, kekurangan, dan kesalahan dari orang yang
dibina (Guru), tetapi lebih diarahkan pada pengembangan dan peningkatan
beberapa keberhasilan yang sudah dilakukan. Menurut Tabrani (1992:82)
a. Adanya
perasaan guru-guru bahwa kerja disekolah menghasilkan kretifitas eksperimentasi
dan aktualisasi keterampilan serta bakat
b. Guru-guru
yang mengalami kesulitan-kesulitan mengajar harus merasa bebas untuk meminta
bantuan
c. Dukungan
yang harus diberikan untuk menjamin integritas program pengajaran dan yang
bekerja untuk memajukan proses kependidikan
d. Ketergantungan
pada menager kepenididkan harus dikurangi
e. Terasa
sekali oleh guru bahwa menager kependidikan itu sebagai orang-orang yang suka
mrnolong
f. Koordinasi
kantor pusat menggantikan kontrol kantor pusat. Hal tersebut diatas dapat
dijadikan pertimbangan pembinaan oleh kepala sekolah karena tiap manusia tidak
luput dan berbuat kesalahan. Oleh karenanya tidak tepat apabila pelanggaran
disiplin guru dijadikan titik tolak pembinaan. Menghargai seseorang adalah
lebih bijaksana, apalagi kalau pelanggaran disiplin dikaitkan dengan prestasi yang pernah diraih disekolah atau
dimasyarakat walaupun prestasi tersebut hanya sedikit.
2.
Hubungan
antar kepala sekolah dan guru didasarkan atas hubungan kerabat kerja
Pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh guru dapat diselesaikan melalui hubungn
kekerabata. Antara guru dan kepala sekolah harus memiliki pemahaman yang jelas
pada masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Mulyasa (2004:105)
mengemukakan pembinaan oleh kepala sekolah harus menggunakan asas keakraban,
yaitu “ Kepala sekolah harus berupaya
menjaga keakraban dengan para tenaga kependidikan, agar tugas-tugas dapat
dilaksanakan dengan lancar. Hal nini dimungkinkan karena keakraban akan
mendorong berkembangnya saling percaya dan kesediaan untuk berkorban diantara
para tenaga kependidikan”. Atas dasar hubungan kerabat kerja bisa diadakan
diskusi dan dialog bersama-sama untuk memahami permasalahan dan mencari
cara-cara pemecahannya.
3.
Pembinaan
propesional hendaknya didasarkan pada pandangan objektif
Semua
kegiatan pembinaan perlu dilandasi pandangan dan sikap yang objektif. Ini
berarti bahwa setiap keadaan yang berhubungan dengan permasalahan proses
belajar mengajar harus diterima apa adanya. Kenyataan-kenyataan yang dirasakan,
didengarkan, dilihat, perlu terlepas dari perasaan subjektif atau sentimen
pribadi. Para pembina harus berani menyatakan bahwa keberhasilan atau ketidak
berhasilan suatu usaha sebaiknya berdasrkan alasan-alasan yang dapat diterima.
4.
Pembinaan
profesional didasarkan pada tindakan manusiawi
Kesalahan
pelanggaran disiplin harus diselesikan dengan peraturan-pertuan yang berlaku,
dengan mengedepankan sisi kemanusiaan karena pelanggran tersebut harus dilihat juga
konteknya disengaja atau tidak disengaja. Menurut Prijodarminto, S. (1987;73) “ Penyelesaian secara manusiawi haruslah
berpedoman kepada kearifan, yang berarti harus meneliti permasalahannya dengan
seksama, mendasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya
demi tegaknya peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian itu”.
Menjadi
semakin disadari bahwa manusia merupakan
unsur terpenting didalam pembangunan bangsa, demikian pula halnya
pegawai negeri sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat. Tetapi pegawai negeri sipil itu juga manusia biasa. Meski ia
merupakan makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, tetapi ia bukanlah
sempurna, ia tetap memiliki keelmahjan, kekurangan, kehilafan, kelemahan tersebut
yang dapat menimbulkan pelanggaran disiplin maka perlu adanya pemeriksaan
secara seksama untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya ppelanggaran tersebut”.
5.
Pembinaan
profesional harus mendorong pengembangan potensi, inisiatif dan kreatif
Pembinaan
yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada tenaga kependidikan (Guru) harus
dapat membangkitkan kemampuan tenaga kependidikan yang melanggar disiplin
tersebut dengan memberikannya motivasi untuk bangkit. Senada dengan yang diungkapkan
oleh Mulyasa (2004;143) :
“Motivasi merupakan salah satu faktor
yang turut menentukan keefektifan kerja. Callahan Ang Clark (1988) Mengemukakan
bahwa motivasi adalah tenaga pendorongan atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku kearah tujuan tertentu. Mengacu pada pendapat tersebut dapat
dikemukakan bahwa motivasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam
suatu lembaga. Para tenaga kependidikan akan bekerja dengan sungguh-sunggu
apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para tenaga kependidikan
memiliki motivasi yang positif maka ia akan memperlihatkan minat, mempunyai
perhatian dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata
lain seorang tenaga kependidikan akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik
apabila ada faktor pendorongannya (Motivasi). Dalam kaitan ini pemimpin
dituntut untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi para tenaga
kependidikannya sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya”.
6.
Pembinaan
profesional dilaksanakan terus-menerus dan berkesinambungan dan tidak
mengganggu pekerjaan
Perbaikan
cara mengajar adalah proses yang berkelanjutan sejalan dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan keluarga dan
masyarakat akan pendidikan yang bermutu. Kemajuan yang dicapai dalam bidang apapun pada
hakekatnya merupakan proses akumulatif dari upaya sebelumnya yang dilakukan
secara sungguh-sungguh. Demikian pula dalam bidang pendidikan para guru dan
pembiina hendaknya tidak putus asa dalam memahami maslah-masalah pengajaran,
karena perbaikan pengajaran terjadi jika permasalahannya jelas. Yang perlu
dilakukan oleh guru dan pembina adalah berusaha terus untuk memahami masalah-masalah dan kendala
yang dihadapi dan setelah itu mencarikan alternatif pemecahannya secara terus menerus
dan berkesinambungan.
7.
Pembinaan
rofesional hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru
Setiap
orang berbeda tingkat kemapuannya dan
kebutuhannya. Para pembina hendaknya peka terhadap perbedaan pemahaman,
kesenangan, dan cara mengajar masing-masing guru. Demikianpula, masalah-maslah
pengajaran yang dihadapi guru akan berbeda-beda satu sama lain. Melalui
pengamatan yang cermat dan dialog profesional, para pembina diharapkan dapat
memberikan bantuan profesional kepada guru-guru sesuai dengan kebutuhan dan
perbedaan individual masing-masing.
8.
Pembinaan
profesional hendaknya dilaksanakan atas dasar rasa kekeluargaan, kebersamaan,
keterbukaan, dan keteladanan
Para
pembina hendaknya menampilkan siap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
budaya bangsa. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku pembinaan yang
efektif berdasarkan pada rasa kekeluargaan, kebersamaan, keterbukaan, dan
keteladanan. Interaksi antara pembina dan guru yang dilandasi oleh nilai-nilai
tersebut akan melahirkan tanggung jawab dengan upaya perbaikan pengajaran yang
lebih berkualitas.
9.
Pembina
hendaknya selalu tampil dalam peran beragam
Pembina
adalah orang yang sudah mempunyai keahlian atau memenuhi syarat sbagai pembina
profesional guru. Karena itu peran pembina harus beragam dan disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing guru. Bantuan kebutuhan terssebut sebaiknya diberikan
pada saat diperlukan. Pembina sebaiknya mempunyai peran yang beragam antara
lain sebagai berikut :
a. Peneliti
b. Konsultan/penasihat
c. Pemberi
kemudahan ( Pasilitator)
d. Penggugah
semangat (Motivator)
e. Pelapor
pembaharuan (Inovator)
10.
Pembina
hendaknya mampu mengendalikan diri
Pengendalian
diri perlu dilakukan setiap pembina sehingga mereka tidak terbawa oleh tindakan
yang merugikan dirinya dan orang lain. Karena itu pembina perlu terbiasa
bersikap sabar dan tidak terlalu mengumbar nafsu.
C.
Kepemimpinan
Demokratis Kepala Sekolah
Hakikat
kepemimpinan (leadership) merupakan
proses mempengaruhi aktifitas individu atau kelompok dalam usaha pencapaian
tujuan dalam situasi tertentu (Robert dan Miskel,1991:252). Kepemimpinan
merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat yang tersedia bagi
suatu organisasi. Kepemimpinan yang baik dicirikan oleh sifat: manusiawi artinya menempatkan bahwa
bawahan adalah teman dan mitra diskusi untuk memecahkan masalah organisasinya. Visioner artinya pemimpin harus
memandang jauh kedepan sehingga mampu mengntisipasi kemungkinan yang akan
dihadapi di masa depan dengan rencana strategis. Inspiratif,artinya mampu memberi makna bahwa pemimpin memiliki
kreatifitas yang baik. Percaya diri,
artinya pemimpin mampu menjadikan organisasi yang dipimpinnya lebih efektif dan
bermutu (Sharplin,1985:150).
Dari uraian
teoritis tersebut jelas sekali bahwa peran kepemimpinan kepala sekolah sangat
besar sekali pengaruhnya dalam upaya meningkatkan kinerja bawahannya dalam hal
ini guru, menyangkut kedisiplinannya dan pada akhirnya menjadi penentu terhadap
kualitas pembelajaran. Mulyasa (2004:182) mengemukakan bahwa “Salah satu
penentu keberhasilan pendidikan adalah faktor kepala sekolah, sebab kepala
sekolah merupakan sektor yang mengkoordinasikan, menggerakan, menselaraskan
semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan faktor pendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan,
dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan
bertahap”. Semakin demokratis gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah
semakin tinggi kinerja guru, dan sebaliknya semakin kurang demokratis gaya
kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah maka akan semakin rendah kinerja
guru (Frimaiyulis,2013:460).
Kartini Kartono
(2001:86), mengemukakan bahwa kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap
individu, mau menerima nasehat, sugesti bawahan, mengakui keahlian para
spesialis pada bidangnya masing-masing dan memanfaatkan kapasitas setiap
anggota dengan efektif pada saat dan kondisi yang tepat. Senada dengan itu
Danim (2010:10) menjelaskan bahwa ciri kepemimpinan demokratis yaitu:
1. Berusaha
memotivasi bawahannya.
Motivasi
merupakan dorongan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu.
Husaini (2008:245) menyatakan bahwa motivasi merupakan proses psikis yang
mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Seorang pemimpin yang demokratis harus
selalu berusaha untuk memotivasi bawahannya mau bekerja keras untuk mencapai
tujuan organisasi.
2. Menciptakan
suasana kekeluargaan
Pemimpin
yang demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dalam organisasi
karena ia beranggapan bahwa tujuan organisasi hanya dapat dicapai bila ada
hubungan yang baik diantara anggota organisasi sehingga dalam kepemimpinannya
pemimpin selalu berusaha menciptakan suasana kekeluargaan ditengah kelompoknya
atau organisasinya yang dalam hal ini sekolah. Azis Wahab (2011:135)
menjelaskan bahwa hubungan pemimpin dengan anggota kelompoknya dalam
kepemimpinan yang demokratis bukan sebagai majikan dengan buruhnya, melainkan
sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya. Pemimpin selalu memupuk rasa
kekeluargaan dan persatuan dalam kelompoknya.
3. Keputusan
dibuat melalui musyawarah.
Keberhasilan penerapan suatu keputusan dalam
organisasi sangat ditentukan oleh anggota organisasi itu sendiri, sehingga
setiap anggota perlu diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Sebagaimana
dikemukakan Hadari dan Martini Nawawi (2006:101) bahwa pemimpin dalam mengambil
keputusan sangat mementingkan musyawarah yang diwujudkan pada setiap jenjang
dan di dalam unit masing-masing. Dengan adanya musyawarah maka dalam setiap
pelaksanaan keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, tetapi
anggota merasa terdorong mensukseskanya sebagai tanggung jawab bersama.
4. Memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengemukakan pendapat, saran dan kritik.
Dalam pelaksanaan kegiatan organisasi pemimpin
selalu membuka kesempatan meninjau kembali setiap keputusan yang telah dibuat
dan pimpinan memberikan kesempatan anggota untuk memberikan saran maupun
kritiknya. Seperti yang dikemukakan Hadari dan Martini Nawawi (2006:102) bahwa
setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan kritik,
pendapat, dan saran-saran untuk memperbaiki keputusan yang kurang tepat. Dengan
demikia akan selalu terjadi pertemuan gagasan yang dapat menghasilkan keputusan
terbaik untuk dilaksanakan.
Pemimpin yang demokratis menerima saran dan kitik sebagai
masukan untuk menentukan tindakan-tindakan untuk masa yang akan datang. Abdul
(2011:135) mengungkapakan bahwa “ dalam melaksanakan tugas, pemimpin mau
menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran, kritik yang membangun dari
para anggota diterima sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan
dalam tindakan selanjutnya.”
5. Komunikasi
dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
Komunikasi merupakan halyang sangat penting sebagai
penghubung setiap unsur yang ada dalam sebuah organisasi. Kelancaran komunikasi
dalam suatu organisasi akan sangat menentukan keberhasilan setiap unsur
organisasi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Menurut
Sagala (2008:151) “ pemimpin yang dekratis yaitupemimpin yang berkonsultasi
dalam kelompok mengenai masalah yang menarik perhatian mereka dimana mereka
dapat menyumbangkan sesuatu.”
Komunikasi
yang terbuka dan berlangsung dua arah merupakan kunci utama dalam mewujudkan
kepemimpinan yang demokratis dan juga sangat bermanfaat dalam memecahkan
masalah yang terjadi dalam organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan Hadari dan Nawawi
(2006:77) bahwa kepemimpinan yang demokratis hanya mungkin terwujud jika
pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran
pendapat, gagasan, dan pandangan dalam memecahkan masalah.
Uraian di atas dapat menjawab bahwa
untuk meningkatkan kinerja dan disiplin guru dengan penuh kesadaran tanpa ada
unsur keterpaksaan adalah melalui peran pemimpin sekolah yang demokratis.
Ketidakterpaksaan guru dalam melaksanakan tugasnya merupakan dasar utama
mewujudkan pencapaian tujuan organisasi yakni sekolah. Selain itu kondisi
tersebut akan sangat memungkinkan bagi kepala sekolah untuk melakukan 4M (Mempengaruhi, Menggerakan, Mengembangkan
dan Memberdayakan) SDM di sekolah yang dipimpinnya.
BAB
III
PENUTUP
Kepemimpinan
demokratis yang dimiliki seorang kepala sekolah sangat berperan dalam upaya
meningkatkan kinerja dan disiplin guru di sekolahnya. Hal ini didasarkan bahwa
gaya kepemimpinan demokratis membawa suasana organisasi sekolah menjadi
kondusif, penuh kesadaran, keterbukaan, tanggung jawab, dan rasa memiliki dari
seluruh personil sekolah. Peningkatan kinerja dan pembudayaan disiplin tidak
cukup hanya dengan melalui peraturan tata tertib yang diumumkan secara lisan
atau tertulis. Keteladanan, dorongan, serta bimbingan dalam bentuk konkrit sebagai
gaya pemimpin yang demokratis sangat diperlukan bahkan keikutsertaan semua
warga sekolah secara langsung dan dengan penuh kesadaran akan lebih cepat dalam
mencapai tujuan organisasi.
Kepala
sekolah harus mampu memahami faktor-faktor dan indikator yang mempengaruhi
kinerja dan disiplin gurunya dan mampu menerapkan serta membawa seluruh
komponen sekolah secara bijak untuk mentaati semua aturan yang ada dengan penuh
kesadaran dan hati terbuka.
Oleh
karena itu besar harapan penulis semoga seluruh kepala sekolah sebagai pemimpin
dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat agar tujuan yang dirancang dapat
tercapai dengan maksimal. Kepemimpinan yang demokratis diyakini akan memudahkan
komponen sekolah dalam mengelola dan mencapai visi, misi sekolahnya
masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Azis Wahab,A.(2011). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan
Pendidikan. Bandung:Alfabeta.
Depdikbud (1995). Pedomaan Pembinaan Profesional Guru Sekolah
Dasar, Jakarta.
Dedikbud, (1996).Petunjuk Teknis Disiplin Dan Tata Tertib
Sekolah Dasar, Jakarta
Djumhur dan Surya,(1975).
Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung:
CV. Ilmu.
Frimaiyulis, (2013). Jurnal Administrasi Pendidikan Volume 1.
Bahana Manajemen Pendidikan Hal.355-461.
Gibson, James l,
Jhon M. Ivancevich, and james H Donnelly, Jr. 1994 Organisasi:
Perilaku, Struktur, dan proses.
Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Husaini Usman (2006). Manajemen. Jakarta:
Bumi Aksara.
Kartini Kartono (2001). Pemimpin dan
Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali Pers.
Lemhannas,(1997). Disiplin Nasional. Jakarta: PT Balai
Pustaka.
Mulyasa, E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional.
Bandung:Remaja Rosda Karya
Nainggolan
H (1984), Pembinaan Pegawai Negeri Sipil,
Jakarta.
Nawawi & Hadari
(2006). Kepemimpinan Yang Efektif.
Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Prijodarminto Soegeng
(1987). Disiplin Kiat Menuju Sukses, Jakarta:
PT. Pradya Paramita.
Rivai,Veitsal (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.Jakarta:
PT.Raja Grapindo Persada.
R.
Tabrani (1992), Manajemen Kependidikan
Bandung:Media Pustaka,.
Rusyan Tabrani A, dkk
(2000). Upaya Meningkatkan Budaya Kinerja
Guru Sekolah Dasar, Cianjur: CV. Dinamika Karya Cipta.
Sagala,
Syaiful (2008) Administrasi pendidikan
Kontemporer.Bandung:Alfabeta.
Sagala,
Syaiful (2011) Memahami Organisasi
pendidikan.Bandung:Alfabeta.
Sastrohadiwiryo,S.(2002).
Manajemen Tenaga Kerja Indonesia.
Jakarta:Bumi Aksara.
Siagian,
Sondang.(2005). Manajemen Abad 21.
Jakarta:Bumi Aksara.
Sharplin, A.(1985). Strategic Management, Singapore:Mc.Grow
Hill Book Company.
Sudarwan, Danim (2010).
Kepemimpinan Pendidikan.
Bandung:Alfabeta.
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wibowo
(2007). Manajemen Kinerja. Jakarta:
Rajawali Pers.
Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.
Jakarta:Salemba Empat.
Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar